Sabtu, 03 Januari 2009

Solar Cell Edisi V

“Menanam” Teknologi Informasi Wireless di Pedesaan dengan Tenaga Surya : Sebuah Cita-cita



Izin

Cetak


1. Pendahuluan

Ketika desa adalah tempat yang subur untuk menanam palawija, maka kali ini penulis bercita-cita –bukan hanya bermimpi- untuk “menanam” perangkat teknologi informasi di pedesaan. Hal ini didesak oleh betapa pentingnya informasi dalam mendidik sebuah masyarakat untuk mencapai kemajuan dari berbagai sisi, teknologi, sosial, politik, budaya, akhlak dan bahkan akidah. Banyak metode, penjelasan, pengetahuan, himbauan dan kampanye-kampanye ke-baikan yang perlu disebarkan lebih luas ke masyarakat terutama di pedesaan. Tulisan ini dimaksudkan untuk sebuah cita-cita mem-bangun infrastruktur teknologi informasi di desa yang sederhana dan murah. Bukan tidak mungkin, beberapa tahun lagi –dengan usaha yang serius- Indonesia menjadi negara dengan jaringan informasi terluas dan termurah (efisien) di seluruh dunia.

2. Mengapa Pedesaan

Setidaknya ada 4 sebab yang melatarbelakanginya, yaitu (1) dukungan perkembangan teknologi informasi mencapai Giga bit per detik (Gbps) untuk sistem wireless dan memungkinkan diterapkan di pedesaan, (2) Informasi saat ini hanya terpusat di kota –sebuah “kepincangan informasi”, (3) pedesaan tempat sumber tenaga surya yang melimpah selain pemandangan dan udaranya yang segar dan terakhir (4) sudah saatnya Indonesia memiliki sistem komunikasi yang mandiri –tidak selalu tergantung teknologi luar negeri.

3. Teknologi Wireless Mutakhir: OFDM- based

Sistem teknologi informasi kini telah berkembang dengan sangat pesatnya terutama setelah banyaknya penemuan dan teknik yang efisien untuk sistem komunikasi wireless, sebut saja OFDM (orthogonal frequency division multiplexing) – sebuah teknologi yang paling excellent (setidaknya sampai saat ini) karena dapat mengirimkan jumlah data yang banyak secara bersamaan serta tahan terhadap efek multipath fading (lintas jamak).

Ketika untuk pertama kalinya pada tahun 60-an, sistem ini tidak menarik perhatian karena kompleksitas perhitungannya (computational complexity) yang tinggi di transformasi Fourier-nya sehingga orang mengira tidak mudah diimplementasikan, maka sekitar 10 tahun kemudian tiba-tiba orang berbondong-bondong untuk implementasi setelah ditemukannya Fast Fourier Transform (FFT). Dari OFDM inilah kini kita mengenal berbagai turunan teknologi antara lain: Wireless LAN, televisi digital, dan yang terkini dan terhangat yaitu OFDMA atau WiMAX (worldwide interoperability for microwave access) yang kadang orang menyebutnya sebagai teknologi generasi keempat (4G).

Rahasia utama kehebatan OFDM sesungguhnya terletak pada ke-orthogonal-annya –korelasi nol-, sehingga data tidak saling berkorelasi/merusak meski dikirim bersamaan. Jaminan orthogonal inilah yang memungkinkan sejumah banyak data bisa dikirim bersamaan sehingga bit-rate OFDM meningkat menjadi ribuan kali. Teknik ini menghemat hampir separuhnya dibanding-kan dengan teknologi pendahulunya yaitu FDM (frequency division multiplexing), seperti dideskripsikan pada Gambar 1.

4. OFDM dan Pedesaan

Sebuah pertanyaan yang baik : mengapa OFDM dikaitkan dengan pedesaan yang bergunung-lembah-pohon-dataran luas? Mari kita kembali kepada prinsip OFDM. Ketika sejumlah banyak data dikirimkan secara bersamaan melalui subcarrier yang sempit (narrowband), maka efek multipath fading disebabkan kontur pedesaan yang bergunung-gunung dan berpohon bisa diatasi dengan baik oleh OFDM, yang mana teknologi pendahulunya yang menggunakan carrier tunggal (single carrier) tidak akan tahan. Hal ini dikarenakan efek multipath fading oleh setiap carrier OFDM yang sempit akan dirasakan sebagai flat fading, bukan multipath fading, dimana koreksi flat fading akan lebih mudah dibanding multipath fading. Gambar 2 mengilustrasikan dengan jelas perbedaan keduanya.

Gambar 1. Prinsip Utama FDM dan OFDM

Gambar 2. Efek Multipath Fading di Pedesaan

Fakta di atas menunjukkan bahwa secara umum, OFDM cocok untuk diimplemen-tasikan di pedesaan karena selain kece-patannya yang tinggi juga tahan terhadap fading. Karena OFDM sendiri memiliki ba-nyak turunan teknologi, ada baiknya kita melakukan pemilihan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi pedesaan dan murah.

Untuk sistem wireless, paling tidak ada 3 buah jenis teknologi turunan OFDM yang paling pas dan murah untuk daerah pedesaan.

Pertama: Wireless LAN, teknologi ini sampai sekarang yang paling banyak dipakai karena sederhana, menggunakan FFT point 64 dan urgen untuk digunakan terutama pengguna internet wireless, hanya saja cakupan areanya terbatas.

Kedua : Fixed WiMAX (IEEE.802.16a), dikarenakan untuk di pedesaan, areanya yang luas memerlukan jangkauan sinyal yang lebih jauh dan ini diatasi oleh WiMAX. Fixed karena mobilitas yang tinggi mungkin tidak terlalu urgen seperti di kota, karenanya Fixed WiMAX sudah akan mencukupi.

Ketiga: TV Digital, TV ini menjamin kualitas sinyal yang jauh lebih baik daripada TV analog. Karena gambar yang dikirimkan memerlukan jumlah bit yang besar, maka dalam TV digital, jumlah FFT point OFDM nya mencapai 8000-an. Bisa kita bandingkan kompleksitasnya dengan Wireless LAN yang hanya 64. Karenanya, untuk aplikasi TV digital pemerintah mungkin perlu turun tangan dalam “mensubsidi” demodulator OFDM-nya, yang bisa jadi harganya cukup mahal buat masyarakat desa.

5. Inovasi : Konsep Jaringan Wireless

Tenaga Surya

Kini saatnya kita berinovasi bagaimana teknologi tinggi (high tech) bisa diterapkan di pedesaan –menanam teknologi di desa. Cahaya matahari adalah sumber besar di pedesaan (dan juga perkotaan), namun nampaknya desa lebih memerlukannya daripada kota karena murah. Walaupun desa sebenarnya punya sumber energi lain seperti air dan angin, namun untuk semacam perangkat teknologi informasi, tenaga surya sepertinya lebih menjanjikan, karena sesuai dengan ukurannya yang kecil dan praktis.

Dalam beberapa paragraf singkat ini, secara sederhana mari kita diskusikan bagaimana tenaga surya bisa dipakai untuk teknologi informasi yang murah.

Untuk aplikasi jaringan wireless di pedesaan, router atau hotspot dan base station adalah barang penting, karenanya tenaga surya dapat difokuskan untuk barang-barang tersebut. Kali ini, mari kita fokus pada router untuk sementara.

Biasanya router dioperasikan dengan menggunakan fixed power source dimana kita perlu menyediakan power secara terus menerus. Jika daerah yang akan dikover sangat luas dan berjauhan, maka penyediaan power ini akan kesulitan. Akan diperlukan jumlah router yang banyak dan sumber enegri yang besar dimana ketika tidak banyak pengakses karena sibuk bekerja di sawah, maka energi tersebut akan tabdzir (sia-sia). Seharusnya ketika tidak digunakan, router tersebut bisa mati sendiri (sleep), dan jika ada pengakses akan menyala kembali (wake-up).

Oleh karena itu, tenaga surya menjadi solusi yang excellent di pedesaaan. Hanya saja perlu sedikit modifikasi untuk masalah manajemen/algoritmanya karena panas matahari paling lama 12 jam sehari.

Dalam sebuah paper yang dipresen-tasikan di IEEE/ACM IWCMC 2006, Canada, penulis mendapatkan point penting untuk algoritma sleep dan wakeup tenaga surya untuk router node, seperti yang diilustrasikan di gambar 3 [Dusit et. Al., 2006].

Gambar 3. Router bertenaga Surya

Solar panel digunakan untuk mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik, disimpan dalam baterai dan kemudian digunakan untuk mengoperasikan router (model ini bisa dipakai juga untuk transmitter dan receiver lainnya dengan sedikit modifikasi). CAC (connection admission control) adalah mekanisme pengaturan koneksi salah satunya threshold diperoleh dengan memanfaatkan jumlah antrian (queue, Teori Antrian).

Rangkaian ekivalen dari solar cell ditunjukkan dalam gambar 4 beserta simbol diodenya.

Gambar 4. Rangkaian ekivalen sel surya dan simbol diode sel surya

Daya yang disuplai oleh solar cell kemudian dapat dihitung dengan

 

dimana Psub adalah daya yg disuplai dalam Ampere Hours (Ah), Ic arus cell dan Vc adalah tegangan cell.

Router kemudian ditambah dengan algoritma dengan 3 mode: active, listen, sleep. Mode active berarti transmitter dan receiver dapat menerima dan mengirim paket, listen berarti transmitter dalam keadaan mati dan sleep berarti keduanya (transmitter dan receiver) dalam keadaan mati.

Sebagai contoh praktis, OFDM transmitter dan receiver memerlukan 10 watt, 6 watt dan 1 watt masing-masing untuk mode active, listen dan sleep dengan probabilitas blocking =0.2 dan supplai solar cell sebesar 7 Ah, maka tipikal perpindahan ketiga mode di atas bisa dilihat pada Gambar 5.

Pada Gambar 5, bisa dilihat jelas bahwa perpindahan ketiga mode tergantung pada power supplai. Jika power supplai meningkat (misalnya pagi hari), maka router akan menuju ke mode active. Jika power menurun, sampai pada batas blocking, berada pada mode listen, sampai akhirnya sleep dan mati (misal malam hari).

Gambar 5. Perpindahan mode pada solar cell internet router untuk OFDM

Dengan algoritma seperti ini, perangkat wireless teknologi bertenaga surya akan semakian menjanjikan di pedesaan dan semoga tidak dicuri atau dirusak oknum. Gambare....

Daftar Pustaka

[1] Khoirul Anwar, Catatan Perjalanan

“Keliling Dunia dalam 2 Pekan”, Italia, Jerman dan Canada, IEEE ISCC and IEEE/ACM IWCMC, Juli 2006 (unpublished).

[2] Niyato, E. Hossain, A Fallahi, ”Solar-powered OFDM wireless mesh networks with sleep management and connection admission control”, IEEE/ACM IWCMC2006, Vancouver, Canada.

http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=211

Tidak ada komentar: