Senin, 12 Januari 2009

Bahan TA Bioplastik

Oleh: Ir Ophirtus Sumule dan Drs Untung Suwahyono
Staf Peneliti pada Direktorat Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan,
BPP Teknologi

Plastik adalah suatu produk kimia yang telah dikenal dan digunakan
secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang bermukim di pedesaan
apalagi yang tinggal di kota-kota besar. Akhir-akhir ini muncul suatu
kekhawatiran karena ditakutkan bahwa kehadiran plastik akan dapat mengancam
kelestarian dan keasrian planet bumi kita. Pertanyaan yang muncul adalah
kenapa tumpukan plastik tersebut ditakuti oleh masyarakat?

Jawabannya karena selain tumpukan-tumpukan tersebut mengganggu
pemandangan yang merusak keindahan lingkungan, terlebih lagi karena plastik
dapat dihancurkan dengan cara dibakar, namun selain abunya tidak dapat
dicerna oleh tanah, asapnya ternyata dapat membangkitkan gas beracun yang
berbahaya bagi makhuk hidup.

Dampak negatif itu bukannya tidak terpikirkan oleh para ahli penemu
plastik. Untuk mengatasi limbah tersebut, hampir bersamaan dengan
ditemukannya teknolgi pembuatan plastik, mereka telah mencoba mengembangkan
berbagai jenis teknologi untuk pengolahan untuk mendaur ulang sampah
plastik, namun sampai kini, teknologi tersebut ternyata belum mampu
mengurangi tumpukan sampah plastik di alam.

Sebenarnya, teknologi daur ulang plastik yang kini banyak dipasarkan,
pada dasarnya hanyalah berfungssi untuk mengurangi pemakaian bahan baku
(virgine material). Artinya, sampah-sampah yang bertumpuk atau yang akan
dibuang ke alam, dikumpulkan, kemudian diolah untuk memproduksi jenis-jenis
barang plastik yang baru. Hal itu berarti pula bahwa penggunaan teknologi
tersebut hanyalah suatu upaya untuk memperlambat makin membesarnya
tumpukan plastik di alam.

Walaupun mesin-mesin pengolah sampah plastik sudah banyak dioperasikan
di berbagai negara, namun karena laju penggunaan plastik semakin meningkat
dari hari ke hari mengakibatkan tumpukan plastik bekas semakin banyak
(terutama di negara-negara maju). Hal ini mulai mengkhawatirkan dunia
internasional karena sudah mulai mengimbas ke negara-negara berkembang
seperti Indonesia.

Tentu masih segar dalam ingatan kita bahwa beberapa waktu yang lalu,
organisasi pencinta lingkungan hidup tingkat nasional maupun internasional
telah meributkan adanya ekspor sampah plastik dari suatu negara Eropa ke
Indonesia.

Sebenarnya, yang perlu adalah bagaimana lebih menggiatkan pendaur
ulangan sampah plastik yang ada di sekitar kita dan bagaimana menciptakan
bahan baku plastik yang bila dibuang, akan terurai secara sempurna di alam
sehingga tidak menyebabkan kerusakan lingkungan?

Hal ini sangat penting karena bila tidak cepat atau lambat akan terjadi
`bom sampah plastik' sehingga selain menimbulkan problem lingkungan, juga
akan menyita lahan yang tidak seidkit untuk tempat pembuangan plastik bekas
karena yang jelas, sampah tersebut tidak mungkin dihancurkan sempurna
apalagi dibuang ke negara lain.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa dengan diketemukannya teknologi produksi
plastik, telah membawa suatu dampak baru pada pola kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh, besi yang selama ini berperan penting untuk berbagai
kebutuhan, kini dapat diganti oleh plastik karena ternayat kini kita dapat
memproduksi plastik yang lebih unggul dari besi karena sifatnya yan lebih
keras, tidak berkarat dan tahan cuaca.

Denga plastik pula kita misalnya bisa menggunakan kain nilon yang lebih
indah dari sutera alam. Bahkan kin, tidak jarang kita jumpai para penjual
ketoprak tidak lagi menggunakan daun kelapa untuk membungkus ketupatnya
karena sudah diganti dengan palstik yang lebih praktis.

Pokoknya, penggunaan plastik sudah merasuk jauh dalam kehidupan
masyarakat, mulai dari sifatya yang tradisionil sampai ke yang canggih.
Akibatnya, dengan ruang lingkup penggunaan plastik yang seakan tidak
terbatas, pertumbuhan penggunaan palstik berlangsung dengan sangat pesat.

Untuk kita di Indonesia, selama Pelita V yang lalu, diperkirakan untuk
kebutuhan plastik jenis kantong saja, kita harus menyediakan tidak kurang
dari 22 ribu ton. Tentu jumlah tersebut akan berlipat kali bila kebutuhan
lainnya diperhitungkan seperti misalnya plastik utnuk keperluan alat rumah
tangga, bahan bangunan dan lain-lain.

Pada saat sekarang ini, secara global telah tercipta suatu komitmen
masyarakat internasional untuk menciptakan planet bumi ini sebagai planet
yang bebas sampah termasuk sampah plastik. Oleh karena plastik merupakan
bahagian dari kehidupan masyarakat kita, maka strategi fragmatis untuk
mengatasi hal tersebut adalah mengembangkan bahan-bahan plastik khusus
(tidak dapat terurai) untuk bahan konstruksi. Sedangkan plastik-plastik
yang bersifat serba guna dan digunakan secara luas oleh masyarakat,
bahan-bahannya diganti dengan plastik yang mudah dihancurkan oleh alam
(decomposible plastics).

Berkat ketekunan mereka (para ahli), bahan baku plastik kini dapat
diproduksi dengan bantuan mikroorganisme yaitu bakteri Alcaligenes
euthrophus. Metode tersebut ditemukan oleh lembaga penelitian Pasteur di
Prancis pada tahun 1927.

Mereka telah membuktikan bahwa bakteri tersebut dapat menghasilkan
polimer bahan baku utama untuk pembuatan plastik yang mudah terurai. Sayang
sekali, teknologi ini belum dapat dimasyarakatkan secara laus karena
dianggap biaya produksinya masih tinggi.

Berdasarkan proses pembuatannya, plastik yang mudah terurai dibedakan
atas 3 tipe yaitu:
1. Plastik yang dihasilkan dari suatu bahan akibat kerja dari suatu jenis
mikroorganisme (prekusor)
2. Plastik yang dibuat berdasarkan hasil rekayasa kimia dari bahan polimer
alami seperti serat selulosa dan bahan berpati (amylase) dan
3. Plastik dengan 0bahan baku polimer sinetik sebagai hasil dan sintesa
minyak bumi seperti poliester copolimer.

Bahan plastik decomposible (mudah terurai) berupa senyawa poliester
produk kerja mikroorganisme (bakteri), dalam sistem tata nama ilmu kimia
disebut : Poli-3-Hidroksibutirat (poli-3HB) atau Hidrooksivalate yang
terkandung dalam suatu bahan melalui cara fermentasi.

Walaupun sudah terbukti bahwa senyawa tersebut adalah bahan plastik yang
aman untuk lingkungan, namun pada awal ditemukannya, banyak orang yang
masih meragukan prospektifnya. Namun setelah 23 tahun, yaitu pada akhir
tahun 1950, prospek produk tersebut mulai menampakkan tanda-tanda cerah
yaitu saat para ahli berhasil meningkatkan kandungan Poli-3HV didalam sel
bakteri sampai 60%.

Keragaman plastik yang dihasilkan tergantung dari banyaknya jumlah
molekul 3HB atau 3HV dalam suatu rantai polimer. hal ini karena tingkat
kandungan 3HB/3HV akan menentukan tingkat elastisitas dari bahan plastik.

Serangkaian uji coba telah dilakukan dan diperoleh, bahwa pada produk
dengan kandungan 12% HB, memiliki keunggulan yang sama dengan plastik
konvensional plastik yang diperoleh dari bahan baku minyak bumi. Sifat
unggul tersebut antara lain: keras kuat dan titik leburnya 179 derajat
celcius. Dengan demikian maka untuk memproduksi suatu jenis plastik dengan
karakter tertentu, tinggal mengatur kandungan molekul 3HB/3HV-nya dalam
bahan bakunya.

Jenis plastik terurai (biokomposible) sebenarnya sudah diproduksi dan
dipasarkan oleh suatu perusahaan resin dari Inggris sejak tahun 1990,
namun lingkup pemasarannya masih sangat terbatas karena biaya produksinya
masih mahal yaitu untuk kapasitas 1000 ton/tahun harga produksinya
diperkirakan sebesar Rp 20.000/kg, tiga sampai lima kali lebih mahal bila
dibandingkan dengan harga bahan baku konvensional.

Untuk mengurangi biaya produk yang masih tinggi tersebut, para ahli
terus ebrupaya mencari terobosan yang baru. Salah satu diantaranya adalah Y
Dohi, seorang peneliti pada Tokyo Institute of Technology-Jepang. Beliau,
berkat ketekunannya, telah berhasil mengembangkan struktur baru bentuk
polimer P(3HB-co-4HB), dimana kandungan molekul 4HB mencapai 50% yang bila
digunakan sebagai bahan baku plastik akan dapat menghasilkan palstik yang
lebih elastis.

Struktur baru tersebut memberikan harapan besar karena bahan tersebut di
kemudian hari dapat digunakan untuk menggantikan bahan-bahan plastik yang
sifatnya serbaguna (plastik elastis) yang selama ini membawa banyak problem
pada lingkungan. Dengan demikian maka bahan baku hasil penemuan tersebut
diramalkan pemanfaatannya semakin beragam yang berarti pula tingkat
kebutuhannya kaan menjadi lebih besar. Produk baru tersebut akan laku di
pasaran bila harga jualnya bersaing dengan bahan baku asal minyak bumi.

Melihat prospektif yang dimiliki oleh bahan baku plastik produk
mikroorganisme ini, terlebih lagi jaminan keamanan lingkungan yang
ditawarkannya, kiranya pemakaiannya sudah perlu mulai dipertimbangkan oleh
industriwan kita. Hal itu bisa lebih dipacu bila seandainya negara-negara
pengguna plastik sepakat untuk memberikan subsidi sebagai insentif biaya
lingkungan.

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1994/10/31/0012.html

Tidak ada komentar: