Kamis, 08 Januari 2009

Pati Bahan Alternatif Bioplastik Pengganti Glukosa

JAKARTA : Pati atau limbah pati mampu menghasilkan bioplastik yang aman bagi lingkungan dengan harga yang lebih murah dibanding menggunakan bahan glukosa.

'' Bioplastik selama ini dinilai relatif mahal karena menggunakan glukosa yang dihasilkan melalui proses yang juga mahal. Namun, bioplastik yang dihasilkan dari pati atau limbah pati mampu menekan harga jauh lebih murah,'' ujar Ir Siti Syamsiah, PhD, peneliti senior Universitas Gadjah Mada dalam Seminar Riset Unggulan Terpadu Internasional (RUTI) di Jakarta, belum lama ini.

Siti Syamsiah mengatakan, bioplastik dibutuhkan untuk mengurangi penggunaan plastik biasa yang dihasilkan dari BBM. '' Plastik dari BBM, banyak mengandung bahan-bahan karsinogen, sehingga mampu meracuni tubuh. Sementara itu, BBM juga terbatas dan lebih diprioritaskan untuk bidang energi karena sumbernya semakin turun,'' ujarnya.

Di sisi lain, berbagai keperluan masyarakat hampir seluruhnya menggunakan plastik sedangkan limbah yang dihasilkan tidak mampu diuraikan bakteri hingga bertahun-tahun lamanya. Akhirnya, limbah menumpuk, sedangkan penggunaan plastik semakin meningkat. Sementara plastik yang didaur ulang hanya mencapai 10 persen dari limbah yang ada. Sisanya masih berada di lingkungan manusia, dan menimbulkan pencemaran.

Bioplastik hasil penelitiannya, menggunakan limbah pati yang berasal dari ketela. Limbah pati diproses oleh bakteri tertentu sehingga menghasilkan polimer yang disimpan dalam tubuhnya. Melalui proses dengan kondisi tertentu, akan dihasilkan mikroorganisme yang mampu menghasilkan polimer sebanyak-banyaknya. Mikroorganisme tersebut kemudian dipisahkan selnya, untuk menghasilkan polimer (bahan plastik). ''Selain renewable, limbah bioplastik ini juga mampu diurai lingkungan dalam waktu hanya 6 bulan. Bioplastik juga jauh lebih lentur dibanding plastik biasa,'' ujarnya.

Memasuki tahun ketiga penelitiannya, akan direncanakan diproduksi dengan skala semi industri sehingga mampu menghasilkan polimer dalam jumlah cukup banyak. ''Dalam skala besar, mungkin tidak hanya limbah pati, melainkan juga menggunakan pati murni,'' ujarnya. Selain itu, tengah dipertimbangkan mengganti penggunaaan choloform dalam proses pemurnian dengan hidrogen peroksida yang jauh lebih aman dan murah.

Siti mengakui, pengembangkan bioplastik di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. ''Di negara-negara maju, kesadaran bahaya limbah plastik yang berasal dari BBM sudah tinggi sehingga kebutuhan bioplastik cukup tinggi. Selain bisa digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari, juga bisa digunakan untuk kedokteran seperti alat transplantasi, karena aman dalam tubuh,'' ujarnya. (Lea)


http://www.technologyindonesia.com/news.php?page_mode=detail&id=47

Tidak ada komentar: